Jumat, 02 Desember 2011

KULIAH LAPANGAN MAHASISWA POLITEKNIK "API" YOGYAKARTA

Sambutan oleh ketua Dipowisata,
bapak Sigit Istiarto

Para mahasiswa Politeknik "API" Yogyakarta
sedang mendengarkan uraian yang disampaikan
oleh para nara sumber.

Para nara sumber

Bapak Sigit Istiarto, Ir. Marsito Merto,
dan Drs. Desta Raharjana





Pengarahan oleh dosen mereka,
bapak Drs. Desta Raharjana

Sesi tanya-jawab

Mobil Politeknik "API" Yogyakarta

Uraian oleh bapak Ir. Marsito Merto,
selaku koordinator utama Dipowisata

Pemberian hadiah kenangan-kenangan

Sambutan wakil Paguyuban Warga Dipowinatan,
bapak Drs. Agus Sutopo

Foto Bersama

Meninjau Kantor Sekretariat Dipowisata
di Ruang Publik



Pada hari selasa, tanggal 22 November 2011, kampung wisata Dipowinatan mendapat penghormatan karena dipilih menjadi salah satu tempat kuliah lapangan bagi mahasiswa Politeknik "API" Yogyakarta. Kuliah ini diikuti oleh 15 mahasiswa dan dibimbing oleh 2 orang dosen. Salah satunya adalah bapak Desta Raharjna yang sudah tidak asing lagi bagi para pelaku/ pengelola desa wisata dan kampung wisata di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Sedangkan dari Dipowisata, dihadiri oleh bapak Ir. Marsito Merto (koordinator), bapak A. Sigit Istiarto (ketua), Joni Wijanarko (sekretaris, merangkap bagian data dan informasi), serta bapak Drs. Agus Sutopo (wakil pengurus kampung).

Pertama-tama, ketua Dipowisata, bapak A. Sigit Istiarto memberikan ucapan selamat datang kepada para mahasiswa beserta dengan para pembimbingnya. Kemudian beliau mulai menceriterakan sejarah terbentuknya kampung Dipowinatan menjadi sebuah kampung wisata. Dilanjutkan dengan uraian dari bapak Ir. Marsito Merto selaku mencetus ide/ gagasan terbentuknya kampung wisata Dipowinatan, yang kemudian dikenal dengan nama Dipowisata.

Bapak Ir. Marsito Merto kuliah di fakultas teknik mesin dan menikah di Republik Ceko, serta dikaruniai 2 orang puteri dan 3 cucu. Sudah lebih dari 25 tahun beliau hidup di negara ini, sehingga tahu betul budaya dan selera orang Ceko. Dan ketika beliau tiba ke Tanah Air, dan kembali ke kampung halamannya, Dipowinatan, ide untuk menjadikan kampung Dipowinatan menjadi kampung wisata, khususnya bagi turis Ceko yang datang ke Indonesia, telah mengusik pikiran beliau.

Oleh karena itu diantara tour de Java bagi para turis yang beliau pandu, dimasukkanlah kampung Dipowinatan sebagai tempat kunjungan tambahan (option) selama di Yogyakarta. Ternyata sambutan dari para turis yang datang cukup menggembirakan.

Kini kampung Dipwinatan tidak hanya sebuah kampung wisata saja, tetapi sudah menjadi 'Cesky Dum' atau rumah bagi orang-orang Ceko yang datang ke Yogyakarta. Jadi boleh dikatakan, mereka belum lengkap ke Yogyakarta kalau belum mengunjungi Dipowinatan. Malah ketika ada turis Slovakia yang berkunjung ke kampung Dipowinatan, mereka mengusulkan tidak hanya 'Cesky Dum' saja, tetapi menjadi 'Cesky Slovy Dum' (rumah untuk orang-orang Ceko dan Slovakia). Suatu usulan yang cukup menarik.

Setelah ketua dan koordinator Dipowisata berceritera panjang lebar mengenai keberadaan kampung wisata Dipowinatan, tibalah sesi tanya-jawab. Para mahasiswa "API" ternyata cukup antusias mendengarkan uraiannya, dan mengajukan beberapa pertanyaan yang cukup bagus/ berbobot. Dan tema kuliah lapangan kali ini adalah 'Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata".

Pertemuan kali, menurut bapak Drs. Agus Sutopo, selaku wakil pengurus kampung Dipowinatan, merupakan pertemuan cukup menarik, karena para mahasiswa ini berangkat dari pendidikan formal kepariwisataan, sedangkan para pengurus Dipowisata hanyalah para pelaku pariwisata.

Setelah 2 jam berlalu, acara pun diakhiri dengan pemberian kenang-kenangan dari para mahasiswa dan berfoto bersama. Sebelum pulang, mereka menyempatkan diri untuk melihat sekretariat Dipowisata yang cukup sederhana di Ruang Publik.










Selasa, 29 November 2011

Mengikuti Acara Seremonial Kampung

Menjelang peresmian Gang Soedirman,
jalan masuk utama ke kampung Dipowinatan

2 orang tamu dari Republik Ceko
turut hadir di acara ini

Sambutan ketua Paguyuban Warga Dipowinatan,
bapak Ir. Marsito Merto

Sesaat sebelum pembukaan selubung
papan nama 'Gang Soedirman'

Gang Soedirman telah resmi menjadi
jalan masuk utama ke kampung Dipowinatan

Ruang Publik ini telah dimanfaatkan
oleh warga kampung Dipowinatan selama kurang lebih 3 tahun,
tetapi peletakan prasastinya baru dilakukan pada
tanggal 28 Oktober 2011



Pembukaan selubung prasasti Ruang Publik
oleh bapak Lurah dan Ketua PWD

Foto Bersama

Prasasti Ruang Publik ini
ditandatangani oleh walikota Yogyakarta
bapak H. Herry Zudianto, SE., Akt.

Blusukan

Bertemu dengan ketua masjid Jami Kintelan
bapak Agus Haryanto

Menyapa tamu yang datang

Bersalaman dengan anak-anak


Mencoba merasakan sambel kering

Melihat bumbu-bumbu
yang digunakan untuk memasak

Melihat cara menggoreng kedelai

Melanjutkan blusukan lagi

Berinteraksi dengan anak balita


Foto berdua di Pendopo Pamomong

Anak kecil pun turut penyambut kedatangan
kedua tamu dari Republik Ceko ini


Melihat permainan tradisional anak-anak

Berpamitan dengan bapak Sigit Istiarto
di depan Balai Warga


Pada hari jumat, tanggal 28 Oktober 2011, bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda, ada 2 even di kampung kami, yaitu: peresmian nama jalan utama masuk kampung dan pembukaan selubung prasasti di Ruang Publik.

Kebetulan pada saat yang bersamaan kami kedatangan sepasang suami-istri dari Republik Ceko. Oleh karenanya, mereka kemudian kami ajak untuk ikut menyaksikan, sekaligus mengikuti kedua even tersebut.

Pertama, di ujung pintu masuk kampung Dipowinatan telah berkumpul para ketua RT (Rukun Tetangga, ketiga ketua RW (Rukun Warga), ketua PWD (Paguyuban Warga Dipowinatan), beserta dengan bapak Lurah Keparakan, dan para pengurus lainnya. Tidak lupa, kedua tamu kami pun ikut serta menghadirinya. Diawali dengan sambutan dari ketua PWD, bapak Ir. Marsito Merto. Disusul dengan sambutan dari bapak Sedioko, SE. Beliau adalah wakil keluarga dan salah satu putera dari almarhum bapak Soedirman. Dalam sambutannnya, beliau mengucapkan terima kasih atas perhatian dari warga kampung Dipowintan karena telah mengabadikan nama bapaknya menjadi nama jalan masuk utama kampung Dipowinatan, yaitu Gang Soedirman. Akhirnya, peresmian dilakukan dengan pembukaan selubung papan nama gang oleh bapak Ir. Marsito Merto (Mr. Tito)

Acara kedua, yaitu pembukaan selubung prasasti di Ruang Publik oleh Lurah Keparakan, bapak Komaru Ma'arif, S.IP. Prasasti ini telah ditandatangani oleh walikota Yogyakarta, bapak Herry Zudianto, SE., Akt. pada tanggal 18 Agustus 2011 silam. Bersamaan dengan acara Merti Golong Gilig. Tetapi baru dipasang dan diresmikan pada tanggal 28 Oktober 2011.

Selanjutnya, kedua tamu tadi berjalan menyusuri kampung (blusukan). Ketika sampai di wilayah RW 02, telihat ibu-ibu sedang memasak. Mereka mempersiapkan makanan yang nantinya akan digunakan sebagai hidangan setelah pengajian di masjid Jami Kintelan. Kedua tamu ini melihat bahan-bahan yang digunakan dan mendekati ibu Toni yang kebetulan waktu itu sedang menggoreng kedelai. Karena penasaran, tidak lupa kedua tamu ini mencoba mencicipi sambel kering yang sudah dibungkus ke dalam plastik berukuran kecil. Awalnya, kami ragu karena biasanya mereka tidak suka pedas. Tetapi kali ini ternyata mereka menyukainya. Di sisi lain, begitu ada turis yang datang, anak-anak kecil di RW 02 ini mengerubungi, tersenyum, dan minta bersalaman. Suatu pemandangan yang mungkin jarang terjadi di negara mereka sendiri.

Sesampainya di Pendopo Pamomong, mereka melihat-lihat bentuk bangunan beserta dengan isinya. Tak lupa mereka berfoto di sini. Begitu keluar pendopo, mereka disambut dengan senyuman oleh seorang anak kecil yang masih balita di pagar rumahnya.

Setelah di depan Balai Warga, kedua tamu kami pun mohon pamit. Na shledanou...


Senin, 29 Agustus 2011

MERTI GOLONG GILIG

Satu perangkat wayang kulit.


Para tokoh pewayangan.



Persiapan laku budaya Merti Golong Gilig.


Para wakil warga dari RW 01.


Para wakil warga dari RW 03.


Para wakil warga dari RW 02.


Lidi dijadikan satu.


Kumpulan lidi kemudian diikat menjadi satu.




Ketua Paguyuban Warga Dipowinatan (PWD),
Bapak Ir. Marsito Merto memberikan sambutan.


Saling berjabat tangan.


Kehadiran Walikota Yogyakarta
disambut meriah oleh warga Dipowinatan.


Menyaksikan Babaring Werdi Golong Gilig
oleh Ki Dalang Mardi Kenci.


Ki Dalang sedang memainkan wayangnya.



Pemotongan tumpeng.


Penyerahan tumpeng kepada Ketua PWD.


Bapak H. Herry Zudianto SE., Akt.
memberikan sambutan.




Prasasti mengenai Ruang Publik.


Penandatanganan prasasti.


Peserta Kirab Budaya


Prajurit Patangpuluh


Rombongan para Ketua RT dan RW


Semar, tokoh yang bijaksana.


Begawan/pendeta


Raksasa, simbol kejahatan.



Walikota membunyikan pecut sebagai tanda
dimulainya kirab budaya Merti Golong Gilig.


Barisan paling depan, para raksasa.


Melewati jalan kampung.


Bergodo/Prajurit Patangpuluh.


Melewati jalan Ireda.


Kelompok pemuda membawa lidi.


Memasuki kampung kembali.



Warga sangat antusias menyaksikan rombongan kirab.



Kembali menuju ke Ruang Publik.


Sehari setelah memperingati hari ulang tahun (HUT) kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-66, atau tepatnya pada tanggal 18 Agustus 2011, warga kampung Dipowinatan menyelenggarakan laku budaya Merti Golong Gilig. Kata Golong Gilig kurang lebih memiliki makna BULAT dan KEMPEL/padat yang kemudian oleh masyarakat dimaknai sebagai sebuah kebulatan tekad. Laku budaya ini dilaksanakan dalam rangka untuk membangun sekaligus memelihara semangat kebulatan tekad dalam persatuan dan kebersamaan warga Dipowinatan.

Upaya membangun atau memelihara semangat persatuan dan kebersamaan sebagai sesama warga Dipowinatan tersirat dalam prosesi pengumpulan lidi oleh warga, yang dimulai dari wilayah RT (Rukun Tetangga) kemudian di tingkat RW (Rukun Warga) dan selanjutnya dibawa ke ruang publik untuk dilaksanakan peneguhan niat. Secara simbolik dilakukan dengan mengikat kumpulan lidi dari berbagai wilayah RT dan RW dengan kain berwarna merah dan putih, yang di dalamnya terdapat benang lawe.

Untuk selanjutnya diberikan apresiasi dengan Babaring Werdi Merti Golong Gilig oleh Ki Dalang Mardi Kenci. Dengan maksud untuk semakin memahami makna dari pentingnya selalu membangun dan sekaligus memelihara semangat persatuan dan kebersamaan bagi warga kampung Dipowinatan, sehingga nantinya dapat tercipta suasana yang teduh menyejukkan, guyub rukun, ayem tentrem dalam kehidupan sehari-hari.

Selanjutnya, dilakukan kirab budaya. Maka untuk mengawalinya, Walikota Yogyakarta, Bapak H. Herry Zudianto SE., Akt. diminta untuk memainkan/ membunyikan pecut. Kirab ini terdiri dari berbagai kelompok, yaitu di barisan paling depan ada 4 raksasa sebagai simbol kejahatan, semar dan pendito sebagai simbol kebijaksanaan. Dalam kirab ini, semar membawa bendo dan pecut, sedangkan sang begawan/ pendito membawa sebuah tongkat. Adakalanya, senjata yang mereka bawa diacung-acungkan ke arah para raksasa yang berjalan di depannya, sebagai simbol bahwa mereka juga berfungsi sebagai pengusir segala niat jahat.

Di belakangnya ada bergodo prajurit 40 sebagai simbol pertahanan dan penjaga keamanan. Lalu diikuti oleh para Ketua RT dan Ketua RW di kampung Dipowinatan. Dan terakhir, terdapat 5 pemuda yang membawa sapu lidi yang diikat menjadi satu sebagai simbol persatuan dan kesatuan warga kampung Dipowinatan.

Kirab ini mengambil rute yang tidak terlalu jauh, yaitu dari Ruang Publik ke arah selatan, lalu ke arah timur. Sampai di jalan Ireda, berjalan ke utara dan menuju pintu gerbang wilayah RW 02, lalu kembali lagi ke tempat semula.

Laku budaya ini sebagai bentuk apresiasi seni budaya lokal, sekaligus memberikan hiburan dan memeriahkan pelaksanaan pesta rakyat, yang secara rutin diselenggarakan tiap tahunnya di kampung Dipowinatan.

Selain Walikota Yogyakarta, ikut hadir juga Kepala Dinas Pariwisata Kota Yogyakarta, Bapak Camat Mergangsan, Bapak Lurah Keparakan, Komandan Koramil, Kepala Polsek Mergangsan, para tokoh masyarakat, seniman dan pemerhati budaya.

Dalam kesempatan ini, Bapak H. Herry Zudianto SE., Akt. juga diminta untuk menandatangani prasasti penyerahan Ruang Publik seluas 397 m2 di selatan Balai Warga ini sebagai tempat aktivitas warga Dipowinatan.