Ruang Publik ini telah dimanfaatkan
oleh warga kampung Dipowinatan selama kurang lebih 3 tahun,
tetapi peletakan prasastinya baru dilakukan pada
tanggal 28 Oktober 2011
oleh warga kampung Dipowinatan selama kurang lebih 3 tahun,
tetapi peletakan prasastinya baru dilakukan pada
tanggal 28 Oktober 2011
Pada hari jumat, tanggal 28 Oktober 2011, bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda, ada 2 even di kampung kami, yaitu: peresmian nama jalan utama masuk kampung dan pembukaan selubung prasasti di Ruang Publik.
Kebetulan pada saat yang bersamaan kami kedatangan sepasang suami-istri dari Republik Ceko. Oleh karenanya, mereka kemudian kami ajak untuk ikut menyaksikan, sekaligus mengikuti kedua even tersebut.
Pertama, di ujung pintu masuk kampung Dipowinatan telah berkumpul para ketua RT (Rukun Tetangga, ketiga ketua RW (Rukun Warga), ketua PWD (Paguyuban Warga Dipowinatan), beserta dengan bapak Lurah Keparakan, dan para pengurus lainnya. Tidak lupa, kedua tamu kami pun ikut serta menghadirinya. Diawali dengan sambutan dari ketua PWD, bapak Ir. Marsito Merto. Disusul dengan sambutan dari bapak Sedioko, SE. Beliau adalah wakil keluarga dan salah satu putera dari almarhum bapak Soedirman. Dalam sambutannnya, beliau mengucapkan terima kasih atas perhatian dari warga kampung Dipowintan karena telah mengabadikan nama bapaknya menjadi nama jalan masuk utama kampung Dipowinatan, yaitu Gang Soedirman. Akhirnya, peresmian dilakukan dengan pembukaan selubung papan nama gang oleh bapak Ir. Marsito Merto (Mr. Tito)
Acara kedua, yaitu pembukaan selubung prasasti di Ruang Publik oleh Lurah Keparakan, bapak Komaru Ma'arif, S.IP. Prasasti ini telah ditandatangani oleh walikota Yogyakarta, bapak Herry Zudianto, SE., Akt. pada tanggal 18 Agustus 2011 silam. Bersamaan dengan acara Merti Golong Gilig. Tetapi baru dipasang dan diresmikan pada tanggal 28 Oktober 2011.
Selanjutnya, kedua tamu tadi berjalan menyusuri kampung (blusukan). Ketika sampai di wilayah RW 02, telihat ibu-ibu sedang memasak. Mereka mempersiapkan makanan yang nantinya akan digunakan sebagai hidangan setelah pengajian di masjid Jami Kintelan. Kedua tamu ini melihat bahan-bahan yang digunakan dan mendekati ibu Toni yang kebetulan waktu itu sedang menggoreng kedelai. Karena penasaran, tidak lupa kedua tamu ini mencoba mencicipi sambel kering yang sudah dibungkus ke dalam plastik berukuran kecil. Awalnya, kami ragu karena biasanya mereka tidak suka pedas. Tetapi kali ini ternyata mereka menyukainya. Di sisi lain, begitu ada turis yang datang, anak-anak kecil di RW 02 ini mengerubungi, tersenyum, dan minta bersalaman. Suatu pemandangan yang mungkin jarang terjadi di negara mereka sendiri.
Sesampainya di Pendopo Pamomong, mereka melihat-lihat bentuk bangunan beserta dengan isinya. Tak lupa mereka berfoto di sini. Begitu keluar pendopo, mereka disambut dengan senyuman oleh seorang anak kecil yang masih balita di pagar rumahnya.
Setelah di depan Balai Warga, kedua tamu kami pun mohon pamit. Na shledanou...